apakah lebih baik masuk ke pasar modal lewat Initial Public Offering (IPO) atau melalui Backdoor Listing?
Pertanyaan ini bukan sekadar teknis
finansial, tetapi menyangkut strategi besar perusahaan dalam membangun
citra, menarik investor, dan menjaga keberlangsungan bisnis.
Seorang mantan direktur investasi bercerita kepada penulis, “IPO itu seperti pesta pernikahan megah—semua orang melihat, penuh selebrasi, tapi juga penuh biaya.
Backdoor Listing lebih mirip
menikah sederhana, lebih cepat, tapi tidak selalu menarik perhatian.”
Analogi sederhana ini membuka pintu
pada diskusi lebih dalam: mana yang sebenarnya lebih strategis?
Apa
Itu IPO?
Initial Public Offering (IPO) adalah proses ketika perusahaan untuk pertama kalinya
menjual sahamnya kepada publik di bursa efek.
Ciri-Ciri
IPO
-Proses panjang, melibatkan underwriter, akuntan, konsultan
hukum, hingga regulator.
-Membutuhkan keterbukaan informasi penuh kepada publik.
-Umumnya memakan waktu 6–12 bulan.
Keunggulan
IPO
-Meningkatkan reputasi dan kepercayaan publik. Investor cenderung lebih yakin dengan perusahaan yang IPO
karena melalui proses seleksi ketat.
-Akses modal besar.
Dana segar dari publik bisa digunakan untuk ekspansi, riset, atau akuisisi.
-Likuiditas tinggi.
Saham lebih mudah diperjualbelikan.
Kekurangan
IPO
-Biaya tinggi.
Dari biaya konsultan, promosi, hingga biaya administrasi, bisa mencapai puluhan
miliar rupiah.
-Kontrol berkurang.
Pemegang saham lama harus berbagi kendali dengan publik.
-Tekanan transparansi.
Perusahaan wajib membuka laporan keuangan rutin.
Apa
Itu Backdoor Listing?
Backdoor Listing atau sering disebut juga reverse takeover (RTO),
adalah cara perusahaan masuk bursa dengan mengakuisisi atau bergabung dengan
perusahaan yang sudah tercatat di bursa.
Ciri-Ciri
Backdoor Listing
-Tidak melalui proses IPO publik besar-besaran.
-Biasanya perusahaan swasta mengambil alih perusahaan publik
yang “tidur” atau tidak aktif.
-Proses relatif lebih cepat.
Keunggulan
Backdoor Listing
-Cepat dan praktis.
Bisa selesai dalam beberapa bulan.
-Biaya lebih rendah.
Tidak ada roadshow atau biaya besar seperti IPO.
-Kontrol lebih terjaga.
Pemilik lama bisa tetap memegang kendali lebih besar.
Kekurangan
Backdoor Listing
-Kurang prestise.
Investor sering memandang jalur ini sebagai “jalan pintas.”
-Risiko warisan masalah.
Jika perusahaan publik yang diambil alih punya utang atau masalah hukum, bisa
terbawa.
-Likuiditas lebih rendah. Tidak selalu menarik minat investor besar.
Studi
Kasus IPO vs Backdoor Listing di Pasar Modal Indonesia
Mari kita lihat dua contoh nyata:
-GoTo (IPO)
Pada April 2022, GoTo melakukan IPO terbesar di Indonesia, berhasil menghimpun
lebih dari Rp13 triliun.
Meskipun saham sempat turun setelahnya, proses IPO
memberikan legitimasi besar di mata investor global.
-Trimegah Sekuritas (Backdoor Listing)
Perusahaan sekuritas ini pernah mengalami proses reverse takeover.
Meski
berjalan lebih cepat, minat investor tidak sebesar IPO spektakuler.
Dari sini terlihat: IPO unggul
dalam branding dan menarik investor besar, sementara Backdoor Listing unggul
dalam kecepatan dan efisiensi biaya.
Analisis
Perbandingan IPO vs Backdoor Listing
Untuk lebih jelas, mari kita
bandingkan dalam tabel berikut:
Aspek |
IPO |
Backdoor
Listing |
Waktu Proses |
6–12 bulan |
3–6 bulan |
Biaya |
Tinggi (puluhan miliar) |
Relatif rendah |
Reputasi |
Tinggi, bergengsi |
Kurang prestisius |
Kontrol Manajemen |
Lebih terdistribusi |
Bisa lebih terkonsentrasi |
Likuiditas Saham |
Tinggi |
Cenderung rendah |
Risiko Hukum & Utang |
Relatif minim |
Bisa terbawa dari perusahaan lama |
Perspektif
Investor Mana yang Lebih Menarik?
Bagi investor ritel, IPO
sering lebih menarik karena:
-Ada hype media dan promosi besar-besaran.
-Potensi keuntungan jangka pendek jika harga naik di hari
pertama perdagangan.
Namun bagi investor institusi atau private equity, Backdoor Listing juga punya daya tarik:
-Perusahaan bisa masuk ke bursa dengan valuasi lebih murah.
-Masih ada ruang negosiasi lebih besar.
Cerita
Pengusaha Lokal
Bayangkan seorang pengusaha manufaktur di Surabaya bernama Pak Arif.
Ia bermimpi membawa perusahaannya ke
bursa. Namun ketika menghitung biaya IPO, angkanya membuat kening berkerut:
hampir Rp40 miliar.
Akhirnya ia memilih Backdoor Listing dengan mengambil alih perusahaan publik kecil. Dalam waktu 5 bulan, perusahaannya resmi tercatat di bursa.
Meski awalnya diragukan, perlahan
investor mulai melirik.
Cerita Pak Arif menunjukkan bahwa
strategi masuk bursa bukan hanya soal gengsi, tapi juga kesesuaian dengan
kondisi finansial dan tujuan jangka panjang.
Kapan
IPO Lebih Tepat?
-Jika perusahaan ingin membangun reputasi global.
-Jika perusahaan punya basis investor besar.
-Jika ingin menghimpun dana besar untuk ekspansi.
Kapan
Backdoor Listing Lebih Tepat?
-Jika perusahaan butuh masuk cepat ke bursa.
-Jika modal terbatas.
-Jika ingin menjaga kontrol lebih besar.
Strategi
Bukan Sekadar Jalan Pintas
IPO vs Backdoor Listing bukan soal
mana yang lebih baik secara absolut, melainkan mana yang lebih cocok dengan
konteks.
IPO menawarkan panggung megah, tapi
mahal dan penuh tuntutan. Backdoor Listing lebih sederhana, tapi butuh
kehati-hatian agar tidak terjebak masalah perusahaan lama.