Inilah perbedaan paling mendasar antara mindset orang kaya dan orang biasa.
-Orang biasa
cenderung melihat uang hanya sebagai alat tukar untuk kebutuhan sehari-hari.
Gaji masuk, lalu habis untuk konsumsi.
-Orang kaya
memandang uang sebagai aset produktif. Mereka bertanya: "Bagaimana
caranya uang ini bisa bertambah nilainya?"
Dalam dunia investasi, pola pikir ini sangat terlihat.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2022, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia baru mencapai 49,68%, sementara inklusi keuangan di angka 85,10%.
Artinya, banyak orang sudah
menggunakan produk keuangan (misalnya pinjaman online atau tabungan), tapi belum
memahami cara mengelolanya dengan benar.
Orang kaya berinvestasi dengan perhitungan matang. Mereka menyebar aset, mengelola risiko, dan siap kehilangan sebagian demi potensi imbal hasil jangka panjang.
Sebaliknya, orang biasa lebih
memilih zona nyaman: tabungan di bank atau arisan.
Studi
Kasus Survei OJK tentang Literasi Keuangan
Mari kita lihat lebih dalam hasil
survei OJK.
-49,68% literasi keuangan
artinya hanya separuh masyarakat yang paham tentang instrumen keuangan seperti
reksa dana, saham, atau obligasi.
-85,10% inklusi keuangan
menunjukkan mayoritas sudah memiliki rekening atau akses ke produk finansial,
tapi sering hanya sebatas menabung atau meminjam.
-Masih ada kesenjangan besar: banyak yang “punya rekening”
tapi tidak tahu bagaimana memanfaatkan untuk pertumbuhan aset.
Survei ini menguatkan fakta: mindset-lah yang jadi pembeda utama. Mereka yang melek literasi keuangan lebih berani mengambil risiko terukur.
Sementara sebagian besar masyarakat tetap terjebak
pada pola pikir: “yang penting aman, meski uang tidak bertumbuh.”
Kisah
Nyata Seorang Pekerja Biasa
Budi (nama samaran), seorang karyawan pabrik di Bekasi, menjadi contoh menarik. Lima tahun lalu, gajinya Rp4 juta per bulan, hampir selalu habis sebelum akhir bulan.
Namun sebuah pelatihan
literasi keuangan yang difasilitasi komunitas lokal mengubah jalan hidupnya.
Budi mulai menerapkan prinsip
sederhana: sisihkan, jangan sisakan. Setiap bulan, ia alokasikan 20%
gaji untuk investasi reksa dana pasar uang. Saat gaji naik, ia diversifikasi ke
emas dan saham bluechip.
Awalnya sulit. Teman-teman menganggapnya pelit, sementara ia menahan diri dari cicilan motor mewah. Namun mindset baru membuatnya konsisten.
Kini, di usia 35 tahun, Budi sudah punya
tabungan investasi hampir Rp300 juta.
Kisah Budi membuktikan: perubahan mindset soal uang, investasi, dan risiko bisa mengangkat seseorang dari pekerja biasa menjadi calon mapan.
-Fokus pada aset, bukan hanya pendapatan.
Orang kaya berpikir bagaimana menambah aset yang memberi arus kas jangka
panjang.
-Menghargai waktu lebih dari uang.
Mereka rela membayar untuk efisiensi, tapi berinvestasi waktu untuk belajar hal
baru.
-Berani mengambil risiko terukur.
Bukan berjudi, tapi mempelajari peluang dan menghitung kemungkinan.
-Melihat kegagalan sebagai pelajaran.
Sementara orang biasa takut rugi, orang kaya menjadikannya investasi
pengalaman.
Tantangan
Literasi Keuangan di Indonesia
Meski kisah Budi inspiratif,
faktanya jutaan orang Indonesia masih gagap soal finansial. OJK mencatat
masalah utama:
-Kurangnya akses informasi edukasi. Banyak masyarakat lebih percaya gosip finansial ketimbang
sumber resmi.
-Budaya konsumtif.
Media sosial sering membuat orang berlomba pamer gaya hidup ketimbang membangun
fondasi keuangan.
-Ketakutan akan risiko.
Banyak yang trauma dengan kasus investasi bodong, sehingga memilih tidak
berinvestasi sama sekali.
Jalan
Keluar Edukasi & Mindset Baru
Untuk mengubah keadaan, perlu
langkah kolektif:
-Edukasi sejak dini.
Literasi finansial harus masuk kurikulum sekolah.
-Kampanye publik.
OJK bersama bank dan fintech perlu memperbanyak konten edukatif.
-Komunitas belajar. Seperti yang dialami Budi, lingkungan yang mendukung sangat penting.
Mindset finansial adalah kunci pembeda orang kaya dan orang biasa.
Orang kaya melihat uang sebagai alat
untuk bertumbuh, sementara orang biasa cenderung hanya melihatnya sebagai alat
tukar.
Survei OJK menegaskan bahwa literasi keuangan masyarakat masih rendah, padahal inilah pondasi untuk membangun kekayaan jangka panjang.
Kisah Budi membuktikan bahwa dengan mindset baru,
bahkan pekerja biasa bisa naik kelas.