Copyright 2025 © GM Academy
UMKM Go Digital: Jasa Pembuatan Website UMKM, Sekolah dan Pesantren.
UMKM Go Digital: Jasa Pembuatan Website UMKM, Sekolah dan Pesantren.
Jasa Pembuatan Website UMKM
Jasa Pelatihan Digital Marketing
Jasa Pembuatan Website Sekolah
Jasa Pelatihan Digital Marketing
Jasa Optimasi SEO untuk UMKM
Jasa Pelatihan Digital Marketing UMKM
Jasa Press Release Media Online
Pelatihan Digital Marketing di Sekolah
Program Magang Digital Marketing SMK dan Mahasiswa
Pelatihan Pemasaran Digital UMKM
Jasa Optimasi Digital Marketing
Jasa Optimasi Digital Marketing

Literasi dan Inklusi Keuangan Indonesia, Menyingkap Kesenjangan Data SNLIK

Artikel investigatif tentang celah literasi keuangan di balik angka SNLIK 2022 yang mencatat inklusi keuangan 85,10%, namun masih banyak keluarga di d
Jasa Pembuatan Website

 

Celah Literasi di Balik Angka SNLIK

umkmgodigital.web.id - Pada 2022, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK).Data itu menunjukkan inklusi keuangan Indonesia mencapai 85,10%, dengan literasi keuangan 49,68%.

Angka tersebut tampak membanggakan. Namun, di balik persentase yang tinggi, tersimpan celah besar: apakah data ini benar-benar mencerminkan kenyataan seluruh lapisan masyarakat, terutama di desa terpencil?

Untuk menjawab pertanyaan ini, kami menelusuri sebuah desa di pelosok Kalimantan Selatan, tempat sebuah keluarga sederhana hidup jauh dari akses bank, koperasi, maupun layanan fintech.

Cerita mereka membuka perspektif baru: angka bisa menipu, tapi realita hidup tidak bisa dipoles.


SNLIK, Angka yang Membanggakan tapi Masih Menyisakan Pertanyaan

Menurut data resmi OJK, SNLIK 2022 mencatat:

-Tingkat inklusi keuangan: 85,10%

-Tingkat literasi keuangan: 49,68%

-Artinya, hampir 9 dari 10 orang Indonesia memiliki akses ke layanan keuangan.

Namun, dalam praktiknya, masih banyak masyarakat di desa terpencil yang tidak pernah mengenal tabungan, tidak punya rekening bank, bahkan tidak tahu apa itu asuransi.

Inilah yang menjadi fokus investigasi: apakah inklusi 85% itu benar-benar mencakup mereka?


Kisah Keluarga di Desa Loksado

Hidup Tanpa Rekening

Di Desa Loksado, Kalimantan Selatan, kami bertemu dengan keluarga Pak Rahman (52 tahun). Ia bekerja sebagai petani karet, dengan penghasilan tak menentu. Dalam sebulan, penghasilannya rata-rata Rp 1,2 juta. Semua hasil panen diterima tunai dari tengkulak.

Bank itu apa gunanya? Saya tidak punya uang banyak, jadi cukup simpan di rumah saja,” kata Rahman.

Keluarganya tak punya rekening bank, tak mengenal aplikasi dompet digital, dan tak pernah mendengar tentang asuransi.

Risiko yang Tak Terlindungi

Tiga tahun lalu, istrinya sakit dan harus dirawat di rumah sakit kabupaten. Biaya pengobatan mencapai Rp 8 juta. Karena tak punya tabungan atau asuransi, Rahman terpaksa menjual sebagian lahannya.

Kalau ada simpanan, mungkin tidak seberat itu,” ucapnya lirih.

Cerita Rahman menunjukkan bahwa meskipun secara statistik Indonesia terlihat sudah inklusif, kenyataan di lapangan jauh berbeda.


Celah Literasi di Balik Angka SNLIK

Celah Data, Mengapa Ada yang Tidak Tercatat?

Survei dan Representasi

SNLIK menggunakan metode survei dengan sampel ribuan responden di berbagai provinsi. Namun, tidak semua desa terpencil terjangkau enumerator. Artinya, masih ada keluarga seperti Rahman yang hidup di luar radar data.

Literasi yang Terlupakan

Menurut pakar keuangan Universitas Lambung Mangkurat, Dr. Siti Mawar, “Data inklusi memang meningkat, tapi literasi masih tertinggal. Tanpa literasi, inklusi bisa jadi semu, hanya angka tanpa makna.


Kontradiksi di Lapangan

-85% inklusi berarti masyarakat sudah punya akses ke bank atau fintech.

-Tapi cerita Rahman membuktikan bahwa masih ada desa yang sama sekali tidak punya fasilitas keuangan.

-50% literasi menunjukkan banyak orang tahu produk keuangan tapi tidak paham penggunaannya.


Implikasi Sosial & Ekonomi

Ketika literasi keuangan rendah:

-Masyarakat lebih mudah terjebak pinjaman online ilegal.

-Tidak punya tabungan untuk menghadapi darurat.

-Tidak bisa memanfaatkan program pemerintah berbasis perbankan, seperti KUR.

Di sisi lain, pemerintah merasa inklusi sudah tinggi karena data survei, padahal realita di desa jauh berbeda.


Apa yang Bisa Dilakukan?

Pemerintah harus memperluas survei hingga desa-desa terpencil.

Edukasi literasi keuangan berbasis komunitas: melalui tokoh desa, guru, hingga posyandu.

Digitalisasi inklusi keuangan harus disertai pelatihan dasar agar masyarakat tidak bingung menggunakan layanan.

Kolaborasi bank dengan koperasi desa untuk membuka akses lebih merata.


Jasa Pembuatan Website
Jasa Press Release Media Online
Jasa Pembuatan Website UMKM
Pelatihan Digital Marketing untuk UMKM
PixxelPro Digital ID