Dalam beberapa tahun terakhir, istilah self-care semakin akrab terdengar, terutama di kalangan Generasi Z. Mulai dari konten media sosial hingga kampanye brand besar, self-care digambarkan sebagai kunci menuju kesehatan mental dan keseimbangan hidup.
Apa Itu Self-Care?
Definisi dan Perkembangan Konsep
Self-care awalnya merujuk pada tindakan seseorang dalam menjaga kesehatan fisik dan mentalnya secara mandiri. World Health Organization (WHO) mendefinisikan self-care sebagai kemampuan individu untuk memelihara kesehatan, mencegah penyakit, dan mengelola kondisi medis dengan atau tanpa bantuan tenaga medis.
Namun, di era digital, self-care berkembang menjadi konsep yang lebih luas. Bagi banyak anak muda, terutama Gen Z, self-care tidak hanya berarti tidur cukup atau makan sehat, tetapi juga melibatkan aktivitas seperti meditasi, journaling, skincare, hingga detoks dari media sosial.
Popularitas di Kalangan Gen Z
Gen Z, yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, tumbuh di tengah paparan internet, krisis iklim, pandemi global, dan ketidakpastian ekonomi. Tekanan tersebut membuat self-care menjadi bahasa bersama yang relevan. Di TikTok, misalnya, tagar #SelfCare sudah ditonton miliaran kali, menandakan tingginya minat generasi ini terhadap praktik tersebut.
Mengapa Self-Care Jadi Penting Bagi Gen Z?
Tekanan Sosial dan Ekonomi
Gen Z menghadapi beban yang berbeda dari generasi sebelumnya. Persaingan akademik, pekerjaan yang tidak stabil, dan biaya hidup yang terus meningkat membuat kesehatan mental sering kali terpinggirkan. Self-care pun hadir sebagai bentuk perlawanan terhadap burnout.
Budaya Hustle vs. Istirahat
Salah satu ciri khas Gen Z adalah kritik mereka terhadap budaya hustle. Jika milenial dikenal gila kerja, Gen Z lebih menekankan keseimbangan. Self-care dianggap cara untuk melawan tekanan kerja berlebihan dan mengingatkan diri bahwa produktivitas bukan segalanya.
Peran Media Sosial
Media sosial menjadi katalis utama dalam menyebarkan tren self-care. Dari influencer hingga psikolog digital, semua berlomba memberikan tips menjaga diri. Namun, di balik itu, muncul juga standar baru: seolah-olah self-care harus terlihat estetik agar dianggap “benar”.
Bentuk-Bentuk Self-Care Ala Gen Z
Self-Care Fisik
• Olahraga ringan seperti yoga atau pilates.
• Skincare sebagai ritual menjaga diri.
• Tidur cukup dan mengurangi konsumsi kafein.
Self-Care Mental
• Digital detox: membatasi waktu layar untuk mengurangi stres.
• Meditasi atau mindfulness untuk menenangkan pikiran.
• Menulis jurnal syukur (gratitude journal) untuk refleksi diri.
Self-Care Sosial
• Membatasi hubungan yang dianggap “toxic”.
• Lebih selektif dalam memilih pertemanan.
• Mengutamakan komunitas sehat yang mendukung kesehatan mental.
Kritik Terhadap Tren Self-Care
Komersialisasi Self-Care
Fenomena self-care tidak luput dari kritik. Banyak pihak menilai praktik ini telah direduksi menjadi konsumsi produk: masker wajah, lilin aromaterapi, hingga subscription aplikasi meditasi. Alih-alih menekankan keseimbangan hidup, self-care malah dipasarkan sebagai gaya hidup mewah.
Risiko Self-Care Jadi “Pelarian”
Ada juga pandangan bahwa self-care berpotensi jadi alasan untuk menghindari masalah nyata. Misalnya, alih-alih mencari solusi struktural terhadap stres kerja, seseorang mungkin hanya fokus pada me time sesaat. Akibatnya, akar masalah tidak pernah benar-benar diselesaikan.
![]() |
Fenomena self-care ala Gen Z |
Self-Care: Tren Sementara atau Kebutuhan Nyata?
Argumen sebagai Tren
• Didorong oleh media sosial dan industri.
• Mengandalkan visual estetik agar diterima publik.
• Bisa kehilangan makna jika hanya sekadar konsumsi produk.
Argumen sebagai Kebutuhan
• Gen Z hidup di era penuh ketidakpastian dan tekanan.
• Self-care membantu mencegah depresi dan burnout.
• Praktik sederhana seperti tidur cukup atau membatasi media sosial terbukti berdampak positif bagi kesehatan.
Keduanya menunjukkan bahwa self-care bisa jadi tren sekaligus kebutuhan. Yang membedakan adalah motivasi dan cara penerapannya.
Perspektif Ahli
Psikolog klinis menekankan pentingnya membedakan self-care yang sehat dengan self-indulgence berlebihan. Menurut mereka, self-care sejati tidak harus mahal atau mewah. Aktivitas sederhana, konsisten, dan sesuai kebutuhan pribadi lebih bermanfaat ketimbang mengikuti tren media sosial.
Di sisi lain, pakar budaya digital menyoroti bahwa fenomena ini mencerminkan kebutuhan kolektif Gen Z untuk lebih sadar kesehatan mental. Jika generasi sebelumnya jarang membicarakan isu ini, Gen Z berhasil mengubahnya menjadi percakapan publik.
Bagaimana Menerapkan Self-Care yang Sehat?
Tips Praktis
• Buat jadwal tidur yang teratur.
• Konsumsi makanan bergizi seimbang.
• Lakukan olahraga ringan minimal 3 kali seminggu.
• Batasi waktu layar, terutama sebelum tidur.
• Luangkan waktu untuk hobi atau kegiatan kreatif.
• Jangan ragu mencari bantuan profesional jika dibutuhkan.
Pentingnya Konsistensi
Self-care bukan sekadar aktivitas sekali waktu. Dampak positif baru terasa jika dilakukan konsisten. Dengan begitu, self-care tidak lagi sekadar tren, melainkan kebiasaan yang menunjang kualitas hidup.
Fenomena self-care ala Gen Z memang sarat dilema: antara tren yang dipoles media sosial dan kebutuhan nyata akan kesehatan mental. Namun, satu hal pasti, generasi ini telah membuka ruang lebih besar untuk membicarakan kesejahteraan diri secara terbuka.
Apakah self-care akan terus menjadi bagian dari gaya hidup atau hanya tren sesaat? Jawabannya mungkin bergantung pada bagaimana setiap individu memaknai dan menerapkannya. Yang jelas, dalam dunia yang semakin menekan, merawat diri bukanlah kemewahan, melainkan kebutuhan.